Lomba Mewarnai: Suatu Ajang
Kreativitas Anak Usia Dini
oleh:
Dra. ASMIDA, M. Pd
Staf Bidang Pengembangan PLS Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru
Lomba mewarnai bukanlah hal yang baru, atau yang pertama
diikuti anak atau lembaga kelompok bermain, namun secara umum kejadian saat mengikuti perlombaan pada
tahun sebelumnya tidak merupakan pembelajaran bagi orang tua dan guru
pendamping yang anaknya ikut bertanding untuk mempercayai kemampuan anak dan
membiarkan mereka berkompetisi sesuai kemampuannya, sedangkan orang tua dan guru
pendamping hanya melihat dari jarak tertentu, sehingga memudahkan panitia saat
membutuhkannya, misal kalau anak tiba-tiba tidak mau ikut lomba walau sudah
dipujuk atau saat anak mau kekamar mandi dsbnya.
Hasil pengamatan pada acara lomba mewarnai
pada kelompok PAUD di Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru tanggal 18 Desember 2012
seperti ada anak yang terpaksa selesai duluan sebelum lomba mewarnai dimulai,
karena terus-terusan menangis (maklum anak-anak) ditinggal guru pendamping dan
orang tua yang tidak boleh mendekati arena lomba.
Ada juga
sekelompok anak paud yang sudah tidak sabar untuk mulai mewarnai padahal belum
ada aba-aba, mungkin karena mereka sudah siap membuat nama dan nomor pada dada
masing-masing, malahan ade seorang anak yang membantu menuliskan name dan nomor
kawannye. Yang lucunya lagi ada yang menulis name sendiri padahal bukan nama si
anak. Penulis mengetahui sewaktu menanyakan nama anak tersebut, langsung
dijawab oleh guru pendamping bahwa yang ditulis itu bukan nama anak tersebut,
dia belum pandai membaca, “tak apa-apa memang mereka belum boleh diajarkan
membaca”, ade juge yang menulis nomornye sendiri walau terbalik.
Saat acara lomba mewarnai akan dimulai, desakan beberape
orang tua anak maupun guru pendamping
untuk mendekati anak semakin sulit ditahan, ade yang mau mengabadikan dalam
berbagai dokumentasi maupun menunjukkan warna yang akan dipilih anak, setelah
beberape kali panitia memperingatkan barulah agak mereda sedikit.
Ada juga beberape anak yang begitu tekun mewarnai walaupun
waktu hampir habis, malahan ade satu anak menurut pengamatan penulis, tetap
meneruskan pekerjaannya tanpa mempedulikan kawan-kawannye yang lain sudah
selesai, malahan sianak dari salah satu paud tersebut tetap meneruskan mewarnai
bahagian gambar yang belum selesai walau dikerumuni oleh kawan-kawannya yang
sudah siap duluan. Menurut hemat penulis kalau juri atau tim penilai jeli
memperhatikan, sianak berpeluang mendapatkan tiga besar.
Namun terlepas dari prestasi yang akan dicapai,
sesungguhnya prestasi sebenarnya menurut penulis yang juga merupakan salah satu
panitia pada kegiatan tersebut, adalah saat anak mampu membedakan berbagai
macam warna seperti merah, hitam, kuning, merah jambu, hijau dan sebagainya,
sebagai salah satu proses berpikir mereka akan warna dan menuangkan berbagai
warna ke dalam gambar yang diperlombakan untuk diwarnai. Hal tersebut merupakan
pengenalan anak secara dini akan padu padannya warna yang dalam matematika
disebut kombinasi.
Dari hasil pantauan dilapangan, banyak diantara orang tua
yang menginginkan sianak mewarnai sesuai selera mereka, dengan berbagai cara
mereka lakukan untuk ikut membantu anak, hal tersebut bukan membuat semakin
bagus tapi malahan membuat anak bingung, walau sudah ditegur dan penulis
katakan biarkan aja dia mewarnai sendiri, “anak ibuk berbakat”, namun orang tua
mengatakan antara lain, dia payah mencari warna atau dia hanya menunjukkan misal
warna hijau. Pujian penulis pada sianak bukanlah basa basi, selai hobi
menggambar abstrak juga pengalaman puluhan tahun menjadi pendidik dan
berkecimpung dalam dunia pendidikan biasanya hal tersebut jarang meleset. Kalau
memakai istilah mbak Ira saat kami berdiskusi tentang materi komputer maupun
berbagai masalah dilapangan untuk kemajuan peserta didik, mbak ira mengatakan, “ Ida (mbak Ira biasa
memanggil aku) jiwanya guru”.
Rupanya kejadian tersebut tidak jauh beda dengan lomba
mewarnai pada tingkat TK dan SD, dari hasil pengamatan setelah selesai acara
lomba mewarnai di Paud, kejadian memperingatkan orang tua karena menujukkan
anak tetap ada, yang penulis simpulkan “kalau anak ibuk nanti menang, ape kate
orang”
Menurut penulis, kepercayaan yang kurang pada kemampuan
sianak, membuat ajang yang seharusnya menjadi lomba mengembangkan kreativitas
diusia yang dini, bisa menjadi ajang ketidak percayaan diri atau kegelisahan.
Kita sering lupa masing – masing anak mempunyai karakter yang berbeda, dengan
event inilah salah satunya dapat mengurangi kebingungan anak saat di keramaian,
ketakutan saat orang tua atau guru pendamping tidak didekatnya dsbnya, begitupula
makna ketepatan waktu yang berangsur coba dipahami ke anak sejak usia dini.
Jadi bukan hanya mencari juara, karena didalam lomba harus ada menang dan
kalah, karena kalau semuanya menang berarti tidak ada yang kalah begitu pula
kalau semuanya kalah berarti tidak ada yang menang. Hal tersebutlah yang harus
dipahami oleh orang tua khususnya maupun guru pendamping.
Beberape temuan dilapangan ada anak yang gambarnya
menurut hemat penulis bagus, tapi sayang tiba-tiba sambil tetap mewarnai dia
menangis sehingga tidak bisa meneruskan
mewarnai gambar yang tersisa, walau sang ibu sudah berusaha menenangkannya pun
tidak bisa bertahan lama, menurut sang ibu yang kebetulan tidak berape jauh
dari penulis saat acara tinggal menghitung menit, “karena kawan-kawannya sudah
banyak selesai” dan mungkin menurut hemat penulis sianak takut ditinggalkan
karena melirik kiri kanannya sudah siap, sehingga salah satu ekspresinya ya
menangis, meronta-ronta tak bisa lagi dihentikan.
Masa akan datang kegiatan lomba
mewarnai khususnya yang merupakan salah satu ajang menumbuhkan kretivitas anak
usia dini, lebih tertata lagi dalam berbagai aspek, sehingga diharapkan dapat
mengurangi kegelisahan anak-anak saat lomba, begitu pula pemahaman pada orang
tua maupun guru pendamping akan hakekat dari ajang kreativitas tersebut.
Sekianlah
Pekanbaru,
18 Desember 2012 s.d 19 Desember 2012.
Selamat
memperingati hari ibu, 19 Desember 2012 di Pekanbaru - Provinsi Riau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar